RemembeR

" hidup sekali, hiduplah yang berarti"

Mengenai Saya

Foto saya
Allow cendekiawan baru, ktemu dengan aq dlm blog ini. q asli reog city.blog ini berisi secara keseluruhan tentang pengetahuan. harapanq bermanfaat wuat QM-QM

Kamis, 05 Maret 2009

pemuda

Pemuda harus berani maju menjadi pemimpin. Namun bukan kaum muda yang suka foya-foya dan suka dugem," kata Menpora Adhyaksa Dault.
jika pemuda suka foya-foya dan dugem, menurutnya, maka lebih baik pemimpin yang tua namun bersahaja. Meski demikian akan lebih baik lagi jika kaum muda yang bersahaja. Kaum muda harus memiliki wawasan, punya visi dan misi, bisa mengartikulasikan keinginan masyarakat, serta mempunyai rekam jejak yang bagus.

"Saat ini memang sangat besar dorongan agar kaum muda menjadi pemimpin. Namun jangan hanya melihat popularitas saja, tapi juga harus mampu menyelesaikan masalah," kata Adhyaksa.

Saat Orde Baru, sambung dia, sirkulasi kepemimpinan nasional mandek dengan alasan untuk menjaga stabilitas. Kaum muda sulit maju menjadi pemimpin karena jika menyingkirkan yang tua, dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas.

"Akibatnya ada seorang menteri yang menjabat empat hingga lima kali. Namun sejak reformasi terjadi, dorongan agar kaum muda mengambil peran yang lebih besar meningkat," pungkas Adhyaksa
Faham Nasionalisme Pemuda Perlu Ditingkatkan
Indonesia sudah sejak lama menjadi incaran para konspirator. Tujuannya mereka ingin memecah belah bangsa dan menguasai segala macam sumber daya alam yang ada. Ada tujuh skenario yang hendak dilakukan dalam upaya memuluskan rencana itu. Indikasi itu sudah mulai terlihat. Maka seluruh komponen bangsa terutama para pemuda harus meningkatkan faham nasionalisme dan tidak melupakan sejarah. Apa saja indikasi yang hendak dilakukan konspirator tadi berikut paparan Dr. Ir. Pandji R. Hadinoto, Ketua Departemen Politik dan Hukum DHN'45 kepada Nuryaman dari Parle. Sejauh mana peran pemuda sebagai agen perubahan kehidupan bernegara dalam pandangan Anda? Pemuda memang selalu menjadi energi daripada perubahan dan pembangunan di negara manapun. Dalam kaitan dengan 2008 ini sebaiknya pemuda melihat agak jauh dalam sisi ketahanan nasional, seperti yang biasa disebut sebagai Ancaman, Hambatan, Gangguan dan Tantangan, (AHGT) terutama dalam tujuh aspek yaitu Ipoleksosbud Hankam atau Astagatra. Mengapa hal itu dianggap perlu? Begini saya melihat wawasan kebangsaan banyak diciderai. Ini tidak lain karena distorsi dari berbagai informasi. Jadi tidak ada salahnya kalau kita saling mengingatkan. Hanya bagi yang sadar seperti dari nasionalis 45, terutama dari Menteng Raya 31, kita merasa wajib untuk memberi pencerahan. Apalagi kita sebagai warga Jakarta, dikenal sebagai kota juang.
Tahun 1908 di Kwitang digelar kebangkinan nasional, sumpah pemuda sekarang dikenal Kramat Raya dan proklamasi digelar di Pegangsaan Timur 56 sekarang di kenal jalan proklamasi. Termasuk BKS sebagai cikal bakal TNI kita juga ditekadkan tanggal 23 Agustus bermarkas di rumahnya Subianto pamannya Prabowo. Jadi memang kita sebagai warga Jakarta sebaiknya tidak melupakan kewajiban sejarah ini untuk terus mengobarkan, meng gelorakan jiwa juang bangsa. Dalam kaitan 2008 dengan sumpah pemuda ini kalau kita lihat AHGT tadi, kita mencermati tahun 2012 ada sasaran untuk memecah belah Indonesia menjadi 17 negara bagian. Dengan tujuh skenario yaitu, memperlemah negara kesatuan Indonesia, menghapus idiologi Pancasila, menempatkan uang sebagai dewa, menghapus rasa cinta tanah air, menciptakan sistem multi partai, menumbuhkan sekularisme, dan membentuk tata dunia baru. Sejak kapan tekad itu dimulai? Sejak 1776 di Baslou Swis. Jadi mereka memang sudah lama ingin memetakan dunia dalam tatanan sesuai versi dan keinginan mereka. Mereka yang dimaksud siapa? Kalau menurut informasinya kita sering dengar istilah delusiverians konspiration atau konspirasi internasional. Jadi kita harus memahami memang ada ancaman semacam itu. Apa maksud mereka? Yang jelas ingin menguasai sumber daya ekonomi Indonesia. Ini sudah gerakan yang disebut perang generasi kelima. Non unifo rm combatan, serdadu yang tidak pakai uniform tapi sudah dilatih untuk mengacau balau bangsa kita. Mereka itu sudah sukses menurunkan John Perkins tahun 1971. Informasi terakhir mereka akan menyiapkan 20 ribu tentara resmi. Ini bukan sesuatu yang rahasia lagi publik sudah banyak mengetahui lewat media massa. Apa yang bisa dilakukan 2008 ini? Tentunya kita harus bisa melawan itu. Kami nasionalis 45 yang dari Menteng Raya 31 ini pada tanggal 18 Oktober yang lalu, ada tim tujuh yang berhasil merumuskan 7 resolusi sumpah pemuda. Selain tiga yaitu tanah air, bahasa dan bangsa, ada empat lagi yang perlu dijadikan pondasi yaitu; kita punya idiologi yang namanya Pancasila, UUD 1945 satu-satunya konstitusi buat negara, NKRI satu-satunya bentuk negara, bendera merah putih satu-satunya pemersatu daripada bangsa. Sejak kapan rencana konspirator tadi ingin memecah belah Indonesia? Sudah lama. Indikasi itu sudah terlihat, misalnya mereka ikut dalam merekayasa amandemen UUD 1945. Pada tanggal 25 lalu di TIM ada peluncuran buku mengenai rekayasa UUD 1945 tadi oleh Amin Ariyoso. Memang 25 Oktober kemarin ini secara serentak, ternyata kesadaran itu ada dimana-mana. Tanpa dikomando ternyata para komponen nasionalis 45 sudah bergerak. Jadi kesimpulannya pondasi rumah Indonesia ini perlu diperkuat dengan tujuh resolusi tadi. Masihkah pemuda menjadi agen perubahan sosial politik kita sekarang ini? Seharusnya demikian, ada beberapa pemuda yang sebetulnya mempunyai kesadaran itu. Terbukti waktu kita melaksanakan dialog lintas generasi 80 tahun sumpah pemuda beberapa waktu lalu banyak pemuda yang hadir dan mereka bisa memahami situasi dan kondisi saat ini. Jadi menurut saya kita tidak perlu kuatir, hanya memang dari sisi pemerataan kesadaran ini sebetulnya yang dikuatirkan. Memang populasi daripada penyebaran kesadaran ini kurang kuat tapi bu kan berarti tidak ada. Lantas bagaiman seharusnya pemuda merefleksikan perannya saat ini menghadapi konspirator tadi? Yang penting mereka mau belajar terutama dari generasi penerus seperti generasi 45. Karena seringkali pemuda sekarang merasa sudah bisa menjadi pemimpin, melihat dari sisi umur padahal sebetulnya kurang persiapan. Pemuda sekarang hanya sekadar bisa berekspresi, tapi sebetulnya tidak punya pengalaman misalnya mengelola satu masalah. Mereka bisa menulis, bisa berwacana tapi berbuat belum pernah bahkan belum diakui masyarakat luas. Sedangkan yang pandai dan sering menangani masalah malah tidak pernah muncul. Untuk melawan gerakan tadi apa yang harus dilakukan pemuda? Saya kira mereka harus meningkatkan faham nasionalisme. Salah satu caranya dengan memahami sejarah, karena Sun Tzu mengata kan untuk mengambil kebijakan ke depan harus bercermin dari sejarah masa lalu. Kalau dalam bentuk angka untuk membuat kebijakan hanya 20 persen dari upaya. Sedangkan 40 persen memahami masa kini, 40 persen lagi memahami sejarah masa lalu. Jadi 40, 40, 20 untuk mendapatkan 20 puluh yang sempurna. Itu rumusnya. Untuk inilah pemimpin pemuda dalam usia katanya siap menga mbil peran sebagai pemimpin memang harus belajar 40, 40 tadi. Bukan cuma sekadar bermimpi soal 20 tadi, bahkan cuma 10 atau 15 persen barangkali karena tidak cermat. Jadi memang masalah pemuda tidak bisa diredukasi menjadi soal umur secara biologis, tapi dilihat dari aspirasi. Belum tentu yang umurnya tidak muda lagi, jiwanya bukan pemuda. Masih banyak saya temui yang umur 70 pun masih berjiwa pemuda. Mereka itu ada di angkatan 45 dan 49, eks dari tentara pelajar dan pembela tanah air. Mereka masih berkenan memberikan pencerahan, menu larkan jiwa semangat nilai juang 45.
ORGANISASI KEPEMUDAAN JANGAN TRADISIONAL
Menteri Negara Pemuda (Menegpora ) Dr. Adhyaksa Dault, SH, M.Si, meminta agar pengelolaan organisasi Kepemudaan jangan hanya sekedar rutinitas dan tradisional karena mereka akan ditinggalkan anggotanya.?Tapi harus modern, kata Adhyaksa saat membuka tiga kegiatan sekaligus yakni Temu Pemuda Serantau I, Bakti Pemuda Internasional dan Rakernas Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) di Yogyakarta, Sabtu (2/6) malam. Sebagaimana disampaikan Humas Kantor Kemenegpora, di Jakarta.
Saat ini, banyak organisasi yang dikelola secara rutinitas dan tradisional sehingga tidak ada pembaharuan, tidak sesuai dengan tuntutan zama, maka akan sulit berkembang. Organisasi kepemudaan, katanya, harus memperhatikan pengembangan sumber daya manusia dan aturan main organisasi agar terus bias survive (bertahan). Dan tidak ditinggalkan anggotanya.
Walaupun aturan mainnya bagus namun SDM-nya buruk maka organisasi tidak jalan. Demikian pula jika SDM-nya baik namun aturan mainnya buruk, katanya. Organisasi kepemudaan, katanya, juga perlu memperbaiki permasalahan internal organisasi sebelum berperan ke arah yang lebih besar. Pada kesempatan itu Adhyaksa juga meminta Pemuda untuk siap menghadapi era ?Globalisasi tidak bisa ditahan sehingga harus dihadapi. Jika para pemuda tidak siap menghadapi globalisasi maka Indonesia hanya akan mudah dimanfaatkan oleh bangsa lain, paparnya. Adhyaksa mengharapkan Temu Pemuda Serantau dan Bakti Pemuda Internasional yang diikuti Pemuda dari Indonesia, Malaysia, Singapura,m Thailand dan Kamboja dapat meningkatkan kemampuan Pemuda dalam menghadapi globalisasi, dan dapat menyaring pengaruh buruk globalisasi.
DEKLARASI PEMUDA INDONESIA
Pemuda Indonesia adalah ahli waris cita-cita bangsa yang syah dan sekaligus adalah generasi penerus, yang telah ikut meletakkan dasar-dasar kermerdekaan bangsa Indonesia, dengan melewati suatu simponi perjuangan yang panjang.

Tapak-tapak sejarah dibelakang kami, adalah kesaksian yang paling nyata dan tonggak kebenaran, tentang usaha dan pengorbanan yang tiada taranya, telah memberikan kesadaran dan tanggung jawab pada kami untuk kami teruskan sebagai pesan suci.

Kami pemuda Indonesia menyadari sepenuhnya dengan khidmad menagkap getaran Sumpah Pemuda yang menggariskan dan mengejawantahkan tekad satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa dan piranti kesatuan dan kesatuan, lainnya: Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kami bertekad untuk mengarahkan seluruh upaya dan kemampuan guna menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran kami sebagai satu bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan menjaga dan ikut serta melaksanakan haluan negara yang menjadi penuntun bagi langkah-langkah kemudian.

Oleh sebab itu pengabdian yang menjadi tanggung jawab kami selaku generasi muda masa kini adalah keharusan diri menyatukan tenaga dan pikiran untuk ikut serta mengisi kemerdekaan dengan lebih segera mempercepat pembangunan dan kemajuan masyarakat.

Kami menyadari sepenuhnya akan panggilan dan makna kami sebagai kaum muda adalah salah satu faktor penggerak untuk sesuatu yang lebih berarti bagi tercapainya cita-cita bangsa Indonesia, menuju jenjang yang lebih tinggi dan luhur, demi tercapainya masa depan yang lebih baik.

Dihadapan kami terbentang masa depan dan hasil pembangunan bangsa kami. Generasi muda dan hasil pembangunan adalah masa depan itu sendiri. Oleh karena itu, generasi muda, pembangunan dan masa depan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dengan rasa tulus dan ikhlas menyatakan diri berhimpun dalam langkah dan gerak bersama demi tercapainya cita-cita generasi muda Indonesia.

Maka dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami menyatakan dengan resmi berdirinya Komite Nasional Pemuda Indonesia.
Kaum Muda Terlalu Banyak Berhura-hura
ABDUL Mu'ti adalah MEd Direktur Eksekutif Centre for Dialogue and Cooperation among Civillisations (CDCC), Jakarta.Tak banyak ''anak muda'' apalagi yang merintis karier di daerah memiliki peran menonjol di dunia kepemudaan dan pendidikan internasional. Apa pendapat Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah 2002-2006 ini terhadap keterpurukan pemuda Indonesia? Bagaimana menimbulkan pencerahan di tengah-tengah ketakberdayaan bangsa. Berikut perbincangan dengan Penasihat Bidang Islam dan Kepemudaan The British Council,Inggris 2006-sekarang ini di Jakarta, belum lama ini.
Pada masa pergerakan nasional, anak-anak muda semacam Soekarno atau Hatta mampu memimpin menggerakkan kesadaran dan perlawanan terhadap penjajah. Mengapa sekarang tidak muncul lagi anak-anak muda seperti itu?
Ada beberapa faktor yang harus kita lihat, mengapa peran pemuda pada zaman pergerakan nasional berbeda dari saat ini. Pertama, saat zaman pergerakan kita masih sebagai bangsa terjajah. Struktur pemerintahan Indonesia belum ada. Kondisi saat itu menyebabkan siapa saja bisa tampil dan menjadi pemimpin melalui organisasi masing-masing. Secara sistemik karena tidak ada antrian maka siapa saja bisa tampil.
Kedua, secara psikologis ketika seseorang hidup dalam zaman yang menghadirkan tantangan begitu berat, maka tingkat kematangannya akan bisa lebih cepat terbentuk sehingga para pemimpin kita saat itu bisa tampil pada usia muda. Belum lagi, juga disertai dengan begitu banyak hasrat dan semangat yang membara untuk merdeka.
Berbeda dari sekarang, situasi yang terjadi telah membuat kaum muda harus antre dari orang tua yang ingin mempertahankan posisi dan kemapanan. Belum lagi kini banyak anak muda yang menjadi generasi anak mama.
Kemakmuran ekonomi kadang membuat orang menjadi manja. Ketersediaan bermacam-macam fasilitas oleh keluarga juga sering membuat seseorang jadi enggan menghadapi tantangan. Mereka merasa kondisi seperti ini sudah enak dan berusaha mempertahankan. Itu saja. Jadi mereka tak punya tantangan untuk lebih mandiri dan berkarya. Padahal mereka sebenarnya punya kesempatan.
Sebenarnya apa saja titik lemah generasi muda kita saat ini? Mengapa banyak yang apatis terhadap perbaikan nasib masyarakat dan bangsa?
Banyak sikap generasi muda kita yang saya prihatinkan. Mereka tidak peka lagi terhadap aspek sosial masyarakat. Juga terhadap politik. Mereka jadi generasi cuek yang tidak merasa dekat dengan masyarakat. Mengenai mereka yang apatis terhadap politik, ini mungkin karena pertama, mereka menganggap politik sebagai sesuatu yang dianggap kotor.
Selain itu saat ini juga tidak ada figur atau tokoh politik yang bisa menjadi idola, karena penampilan politikus kita juga masih memprihatinkan. Faktor lain adalah pendidikan. Saat ini pendidikan politik juga tidak mereka dapatkan di sekolah. Mereka hanya mendapat pelajaran tentang kewarganegaraan yang lebih bersifat teoritis, karena memang sekolah harus steril dari politik.
Yang juga sangat memprihatinkan, generasi muda kita lemah dalam bidang kewiraswastaan. Mereka memang ingin bekerja, namun hanya sebagai pekerja, bukan orang yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Ini masalah yang sangat serius karena jumlah wiraswasta kita kan masih di bawah 1%. Padahal jika kita ingin menjadi bangsa yang secara ekonomi lebih cepat kemajuannya, maka jumlah wiraswasta sekurang-kurangnya 2% dari jumlah penduduk. Untuk menjadi wiraswasta yang tangguh seorang harus memulai sejak muda.
Memang kita sudah memiliki lembaga-lembaga seperti HIPMI dan sebagainya, namun ia belum efektif untuk mendorong kelahiran wiraswasta-wiraswasta muda yang benar-benar ingin memacu kreativitas dan kemandirian dalam menciptakan lapangan kerja.
Nah, jumlah kaum muda kita memang mayoritas, tetapi secara kualitas sangat jauh dari negara-negara maju. Kalau ini tidak segera dibenahi secara serius oleh pemerintah melalui jalur pendidikan, terutama yang menyangkut masalah kepemimpinan, ke-ormas-an dan jalur politik, maka masa depan kepemimpinan kita bisa sangat memprihatinkan.
Nasionalisme kaum muda telah luntur? Apa penyebabnya?
Ini juga akibat dampak negatif globalisasi yang luar biasa. Mereka memang tampil sebagai generasi slengekan. Kaum muda terlalu banyak guyon, berplesetan, dan berhura-hura saja. Akhirnya hal-hal yang serius sering diabaikan. Kalaupun dibahas ya diplesetkan seperti politik yang kini juga sering diplesetkan.
Karena pengaruh globalisasi yang kuat dan di sisi lain keterpurukan di berbagai bidang menyebabkan generasi muda kita tidak punya kebanggaan sebagai anak Indonesia. Bidang olahraga kita tidak bisa membanggakan diri lagi.
Kita memang sempat bangkit, yaitu saat penyelenggaraan final Piala Asia. Anak-anak muda kita bangkit dengan penuh semangat memberikan dukungan dan perhatian yang begitu hebat walaupun tim nasional hanya menang sekali. Dengan sekali menang saja sepertinya sudah mampu membangkitkan nasionalisme, kecintaan, dan kebanggan terhadap prestasi bangsa.
Dalam soal pemimpin pun, kita juga memiliki problem. Siapa sih pemimpin nasional yang kini bisa kita banggakan? Hampir saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan hadiah Nobel terkait perdamaian di Aceh, tetapi itu pun pupus juga. Kita mungkin bisa berbangga dengan prestasi anak-anak kita yang tergabung dalam tim olimpiade fisika, juga biologi dan sebagainya. Akan tetapi mereka itu anak-anak hibrida. Yang perlu kita cermati adalah tidak sedikit dari anak-anak hibrida tersebut sudah diijon oleh perguruan tinggi ternama di luar negeri. Bila apresiasi di sana lebih baik, maka akan semakin sedikit dari mereka yang nanti pulang ke Indonesia. Saat ini mereka dapat hadiah yang nilainya tidak seberapa dibandngkan prestasi yang mereka raih. Ini tentu akan sangat bertolak belakang dari mereka yang ikut Indonesian Idol, AFI dan sebagainya. Dalam waktu yang relatif singkat mereka itu bahkan bisa menjadi miliader pada usia muda.
Bagaimana cara membangkitkan mereka? Juga apa tafsir baru untuk nasionalisme sehingga bisa merasuk ke generasi muda saat ini?
Berdasarkan penelitian, anak-anak muda lebih suka menonton televisi yang dipenuhi program tak mendidik. Terlalu banyak menonton televisi menyebabkan kemampuan menulis dan membaca lemah. Mereka menjadi orang yang pasif. Terlalu banyak tayangan yang isinya hanya pacaran anak-anak SMP dan SMA.
Aduh sangat sedih kita ini. Untuk menanggulangi berbagai masalah ini, perlu langkah bersama yang sistemik. Sekolah atau pendidikan bukan segalanya, karena tetap perlu dukungan dari orang tua dan masyarakat dalam pembenahan karakter kaum muda kita.
Cara yang lain adalah dengan memberi mereka pengalaman berharga, seperti pertukaran pemuda dengan negara lain, teruma negara maju. Saya yakin ini akan menumbuhkan nasionalisme. Saya beberapa waktu lalu ke Selandia Baru. Generasi muda Selandia Baru adalah orang keturunan Maori atau Fiji yang tetap mampu berbahasa asli mereka, mampu berbahasa Inggris sebagai bahasa negara, lalu mereka mengambil major bahasa Jepang dan siap mengikuti pertukaran pemuda ke negara mana pun juga.
Berinteraksi secara global perlu untuk menunjukkan jati diri. Saya sekarang sedih karena tidak bisa menyanyikan lagu Jawa. Hanya sedikit yang saya hafal. Padahal pada saat pertukaran pelajar atau pemuda, kita diharapkan mampu menghadirkannya. Mereka tidak mengharapkan kita menyanyikan lagu-lagu dunia, tapi mereka ingin dengar lagu kita, lagu daerah kita, juga pakaian khas kita. Saya justru bangga dan sering pakai batik akibat saya sering bergaul dengan pemuda-pemuda dari banyak negara. Untuk hal seperti ini kita perlu mencontoh Jepang. Mereka maju sedemikian rupa tanpa meninggalkan warisan sejarah dan budaya.
Bagaimana permasalahan yang menimpa generasi muda Islam Indonesia? Juga bagaimana solusinya?
Kita banyak mengalami ketertinggalan, misalnya dalam bidang keilmuan. Sebagian besar mereka yang berprestasi di tingkat internasional adalah anak-anak nonmuslim. Memang ada kecenderungan radikalisme dan eksklusivisme meningkat. Banyak yang lahir kembali sebagai pemuda muslim tapi menunjukkan sifat radikal yang bahkan justru tertarik terorisme.
Masalah pengangguran dan kemiskinan juga menimpa generasi muda muslim. Dan ini juga ikut menyuburkan bibit-bibit radikalisme. Ada pula persoalan kriminalitas dan narkoba. Menghadapi masalah yang seperti ini, maka pola pendidikan dan pembinaan generasi muda muslim tidak cukup dengan memperbanyak ceramah

Tidak ada komentar:

Pengikut